Oleh : Frans Dorelagu*)
Judul diatas adalah tema debat Pilkada NTT pada tanggal 5 April 2018 yang disiarkan langsung oleh iNews TV. Pembangunan ekonomi dan infrastruktur merupakan tema pertama yang diangkat dalam debat I, namun ada tema lain dalam debat ke II dan III, kita menunggu debat putaran berikutnya.
Hemat saya, dalam forum debat tadi malam ke empat paslon belum menunjukan pada penjabaran substansi pembangunan yang utuh, strategis, komprehensif, sinergis dan berdaya manfaat langsung bagi rakyat. Para kandidat masih bermain dalam tataran wacana walaupun rumusan atau konsep visi dan misi serta program yang mereka tawarkan berbingkai pembangunan.
Berbicara tentang pembangunan ekonomi dan infrastruktur tentu ada beberapa landasan sebagai acuan dalam pengambilan kebijakan. Ekonomi makro cakupan sangat dimensional dan luas, itu kewenangan negara untuk mengatur sistim pasar, kebijakan finansial, penurunan angka pengangguran dan pengentasan kemiskinan, sedangkan dalam ekonomi mikro lebih kepada bagaimana pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat sehari hari, bagaimana masyarakat diberdaya secara ekonomi sehingga terpenuhi akan harapan hidup yang lebih baik.
Kontur wilayah geografis NTT yang kering tidak lagi sebagai mitos tetapi realitas yang hadir didepan mata kita. NTT tergolong propinsi ke tiga termiskin di Indonesia setelah Papua, karena kita minim SDM dan SDA. Lalu bagaimana kebijakan landscape pembangunan yang layak diterapkan, ini dibutuhkan kajian yang matang dan komprehensif. Kita harus mampu memetakan dan merumus sebuah kebijakan berdasarkan keadaan wilayah geografis yang kurang profitable secara ekonomi, kita harus menentukan skala prioritas pembangunan yang lebih dibutuhkan, sehingga alokasi APBN dan PAD lebih efisien. Ini hanya bisa terwujut apabila kembali kepada pikiran manusia (Human Construction) yang sehat untuk menyehatkan daerahnya.
Sebagai sebuah propinsi kita harus mampu menentukan nasib kita sendiri (Self Determination).
Sejak dahulu kita dilabelkan sebagai propinsi agraris, ini sangat antagonis karena kita tidak pernah menyubangkan hasil agraris untuk memenuhi kebutuhan nasional, bahkan kebutuhan kita sendiri masih defisit. Kita tidak pernah berniat mengubah pontesi agraris ke industrialisasi, artinya bagaimana hasil agraris dapat dikelola menjadi basis industri sehingga memiliki nilai pasar yang tinggi. Di laut kita memiliki potensi biota laut yang sangat kaya, dari aneka ragam jenis ikan, terumbu karang, taman laut dan pesona pantai yang artistik sebagai sumber pariwisata. Ada beberapa sumber pariwisata yang tidak kalah unik dan belum kita optimalkan seperti pariwisata budaya, Alam, bahari, rohani, dan ini semua dapat kita manfaatkan kalau kita memiliki kemauan. Oleh karena itu yang saya katakan bahwa skala prioritas pembangunan lebih diutamakan kepada potensi sumber daya yang ada serta memenuhi standar hidup (Standard of Living) dan kebutuhan rakyat.
Pembangunan infrastruktur harus komprehensif artinya darat laut dan udara menjadi skala prioritas. Saya sangat setuju bahwa pembangunan akses jalan harus terkoneksi dengan simpul simpul ekonomi sehingga gairah ekonomi dapat ditumbuhkan. Setiap periode anggaran kita hanya terjebak dengan pembangunan jalan. Kita harus memiliki masterplan pembangunan jangka panjang. Bangun infrastruktur jalan yang baik dengan masa penggunaan 15-20 tahun ke depan sehingga setiap tahun kita tidak lagi memikirkan kondisi jalan yang buruk, kemudian periode berikut prioritas kepada sarana kesehatan, pendidikan dan lain lain, ini menjadi ekspektasi kita bersama dalam mewujudkan pembangunan di NTT.
Permasalahan gizi buruk, ini adalah permasalahan struktural. Dari dulu hingga hari ini yang dikenal dengan Zaman Now kita masih mengidam penyakit yang namanya gizi buruk. Faktor makanan walaupun umbi umbian, jagung sebagai makanan konsumsi pokok kita tapi kalau kita mengolah dengan baik akan memiliki cita rasa yang enak dan berprotein tinggi. Sebagai propinsi bahari di laut kita memiliki ikan yang berlimpah, sebagai sumber protein yang tinggi untuk pertumbuhan otak (Neuron). NTT di kenal sebagai lumbung sapi di Indonesia, namun kita masih belum mampuh memanfaatkan sapi sebagai sumber nabati dan susu utk kesehatan tubuh. Persoalan lain adalah sistim sanitasi yang buruk. Keadaaan lingkungan yang kotor sangat berpotensi terhadap kesehatan manusia. oleh karena itu peliharalah lingkungan sehingga tetap bersih dan steril dari berbagai sumber penyakit. Hemat saya perlu ada rumusan kebijakan tentang sanitasi agar lebih tertata dan terkendali.
Persoalan Tenaga Kerja. Banyak warga NTT yang menjadi TKI di luar negeri terutama Malaysia, iya tidak perlu heran. Kebutuhan ekonomi berkaitan erat dengan ketersediaan lapangan kerja. Banyak warga NTT yang menjadi pekerja di Luar Negeri karena tuntutan hidup, walaupun keberangkatan mereka tidak dibekali dengan kemampuan skill, dan pengatahuan yang memadai tapi mereka tetap berambisi untuk mencari pekerjaan di luar, walaupun mereka menjadi padat karya (Pekerja Kasar) di negeri orang asalkan kebutuhan hidup mereka terpenuhi. Keterbatasan skill dan pengatahuan menyebabkan mereka lalai dalam pekerjaan, tidak sedikit mereka yang terjerat kasus pidana dan bahkan dihukum mati. Ini persoalan penting yang menjadi kajian pemerintah ke depan, sehingga Tenaga Kerja asal NTT segera keluar dari kemelut yang rumit ini.
Pemerintah yang akan datang harus menjadi agen perubahan (Agent of Change). Ubalah NTT dari propinsi agraris ke industrialisasi, ubalah kemiskinan menjadi kemakmuran, ubalah NTT menjadi propinsi yang lebih baik dari hari ini.
Propinsi yang sehat secara ekonomi akan menyumbangkan keamanan Nasional Indonesia. NTT harus masuk dalam konsep "Center of Gravity" berorientasi kepada rakyat yaitu Penguatan manusia dengan meningkatkan taraf kesejahteraan, sehingga menjadi penangkal terhadap radikalisme dan terorisme yang berkembang.
*) Penulis adalah akademisi, tinggal di Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar