Minggu, 11 Juni 2017

POSISI POLITIK QATAR DI KAWASAN ARAB DAN TIMUR TENGAH

Oleh Irjan Buu Lorensius*)

Qatar bersikap inklusif pada entitas politik dari luar negerinya. Qatar terbuka bagi siapapun, termasuk Ikhwanul Muslimin, Hamas dan gerakan pemberontak yang melawan otoritarianisme di negeri-negeri Arab. Lembaga pemberitaan Arab Saudi menuduh Qatar mendukung kelompok teroris sektarian, seperti Ikhwanul Muslimin, NIIS dan Al Qaeda.

Qatar dianggap negeri paradoks. Di satu sisi menjalin hubungan yang baik dengan Amerika Serikat dengan menyediakan wilayahnya sebagai pangkalan militer AS. Namun, di sisi lainnya, Qatar juga mengizinkan Taliban Afganistan membuka kantor di Doha, ibu kota Qatar.

Qatar membuka kesempatan dibangunnya jaringan media Al Jazeera (1996). Media ini merupakan perwujudan liberalisasi di bidang media massa. Jaringan media ini banyak mengabarkan dan mendukung gerakan prodemokrasi di negara-negara Arab dan Timur Tengah sehingga dinilai sebagai ancaman oleh sejumlah negara tersebut.

Qatar dituduh mendukung kelompok antipemerintah. Pada saat krisis Libya yang berujung pada penggulingan Moammar Khadafy (2011), Qatar dituduh mendukung kelompok-kelompok pemerintah tandingan. Padahal, Pemerintah Libya yang resmi didukung Mesir dan Uni Emirat Arab.

Arab Saudi menilai Qatar menjalin hubungan erat dengan Iran. Dikotomi Suni-Syiah serta persaingan hegemoni Arab Saudi-Iran, membuat Qatar dianggap melanggar batas yang berlaku secara tradisional.

*) Penulis pernah tinggal di Qatar selama 3 tahun



Tidak ada komentar:

Posting Komentar