Sabtu, 04 Juni 2016

Daniel Dhakidae: Kita kehilangan seorang nasionalis dengan kecenderungan besar sosialis


In Memoriam, Sabam Siagian

Sabam Siagian, (saya selalu panggil His/Your Excellency) sejak menjadi duta besar Indonesia untuk Australia).

Kita kehilangan seorang nasionalis dengan kecenderungan besar sosialis. Sabam memiliki apa yang disebut sebagai photographic memory tentang fakta sejarah yang diingat dengan seluruh detail kecil sekalipun---suatu yang tentu saja diperoleh dari pengalaman jurnalistik yang intensif.

Saya sendiri pernah kena batunya ketika menulis in memoriam tentang Rosihan Anwar yang menolak tawaran Presiden Soeharto untuk jadi duta besar di Vietnam; saya katakan penolakan karena political sensibility Rosihan yang tinggi.

Sabam membantah itu dengan meyakinkan bahwa penolakan bukan dengan alasan setinggi itu akan tetapi karena alasan keluarga tidak mau tinggal di Vietnam yang jadi sasaran bom Amerika (tahun 1974). Kalo jadi "duta besar di Roma ato Vatikan, pasti mau".

Saya jawab dan mengakui kesalahan saya karena hanya mengandalkan ingatan akan berita yang beredar di kalangan kami kaum aktivis tahun-tahun itu dengan mengatakan "mea maxima culpa", salah besar.

Waktu ketemu Sabam dia katakan "Sialan lu! Jawab pake bahasa Latin; saya yang jadi lemas". We miss your Excellency Sabam Siagian!

---------

Daniel Dhakidae adalah mantan Kepala Penelitian Pengembangan (Litbang) Kompas (1994-2006) dan mantan Wakil Direktur Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan, Ekonomi dan Sosial (LP3ES, 1982-1984).

Daniel juga salah seorang pendiri Yayasan Tifa dan pernah duduk di Dewan Pengarah yayasan ini kemudian “menghidupkan” kembali jurnal pemikiran sosial ekonomi Prisma dan duduk sebagai Pemimpin Redaksi (sejak 2009) merangkap Pemimpin Umum (sejak 2011).

Banyak buku pernah ditulisnya antara lain Cendekiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru (2003) dan bersama Vedi Renandi Hadiz menyunting buku bertajuk Social Science and Power in Indonesia (2005).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar