Senin, 06 Juni 2016

Elisabeth Seniwaty, Perawat Yang Membuat Keluarga Kecewa


JAKARTA (NTT Darita) - Tidak seperti yang dibayangkan, wanita dengan profesi perawat terkesan lebih setia pada pengabdiannya untuk pasien, ketimbang membuat suami dan anak-anaknya bahagia.

Kebanyakan pria mungkin sadar bahwa memilih istri seorang perawat bukan paling ideal, karena perawat lebih terpanggil untuk merawat pasien.

Suami dan anak-anak hanya bisa melihat istri/ibu mereka yang perawat itu terbaring (tidur pulas) di tempat tidur sepanjang saat di rumah.

Resiko profesi paling besar bagi perawat tentu terpapar penyakit karena di lingkungan orang sakit. Sementara gizinya tak tercukupi akibat sallary (gaji) jauh dari harapan.

Menjadi seorang perawat itu tidak mudah, harus bisa merelakan diri untuk merawat orang lain dengan setulus hati, dan mengesampingkan keluarga demi sebuah pengabdian. Perawat itu bisa dibilang malaikat tanpa sayap.

"Saya sedih karena istri saya (Elisabeth Seniwaty) lebih pentingkan kerja, padahal berkali-kali saya minta dia untuk periksa penyakitnya," ujar Alexander Nipa saat ditemui Redaksi NTT Darita hari ini. Tidak gampang juga bicara dengan istri yang mengerti medis, keluh Alexander, salah satu tokoh Nagekeo di Jakarta.

Elisabeth Seniwaty, akrab dipanggil Elis, tutup usia kemarin akibat terserang kanker telinga. Penyakit berbahaya ini terdeteksi setelah satu tahun Elis pensiun (berhenti kerja) sebagai perawat di Rumah Sakit Karolus Jakarta.

Agak miris ketika ibu Rully, kolega Elis yang juga telah pensiun dari perawat di RS Karolus Jakarta, mengatakan Elis baru dirujuk ke RS Karolus setelah dirawat di puskesmas dan RS Fatmawati, bersandar pada kartu BPJS. Akibatnya kanker Elis telah akut saat rujuk ke RS Karolus, tempat Elis mengabdi itu.

Redaksi menangkap ekpresi kecewa dari wajah suami Elis, mungkin ingin mengatakan mengapa RS Karolus tidak otomatis menangani mantan perawatnya ketika sakit.

Pada umumnya perawat memilih diam, selain utamakan mengerjakan kewajiban. Perawat ternyata bermasalah dengan tingkat penghasilan (gaji rendah) padahal itu hak mereka untuk menuntut.

Perawat itu rela berkorban (untuk pasien), mesti sadar, nantinya menjadi korban. Tak habis kata untuk memuji dan mengagumi perawat. Semoga pemimpin negri ini bisa empaty dan peduli tanpa harus merasakan dirawat oleh perawat.

Ibu Elis, selamat jalan. Hampir 500 orang datang melihatmu dan berdoa hari ini, lalu mengantarmu ke tempat peristirahatan terakhir. Mereka adalah keluarga besar Nagekeo dan Ende, juga kolegamu dari RS Karolus Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar