Kamis, 12 Januari 2017

Pilgub DKI, Dinamika Elektabilitas dan Debat Kaum (Sofis) Politik

Oleh Martinus Nerius Djawa

Pemilu Cagub-Cawagub Jakarta selalu menjadi daya tarik dan menjadi Pilgub terpanas dan terheboh sejagad Indonesia. Betapa tidak, manuver-manuver politik setiap Pasangan Calon Gubernur atau partai pengusung membuat nadi politik Indonesia berdenyut kencang, seolah penuh akan petualangan bak kisah Sherlock Holmes dan petualangannya yang sangat mendebarkan dan penuh akan penasaran bagi media dan masyarakat Indonesia.

Sejak awal massa pendaftaran dari pasangan-pasangan cagub, masyarakat disuguhkan dengan fenomena-fenomena dan daya tarik luar biasa. diantaranya pasangan cagub Ahok-Djarot yang pada awal-awal dan telah jauh-jauh hari memutuskan untuk merebut kursi DKI 1, melalui jalur independen.

Kemudian, menjelang akhir massa pendaftaran cagub petahana Ahok-Djarot secara tak terduga memilih partai sebagai kendaraan ke pertarungan DKI 1, setelah mendapatkan dukungan dari 4 partai besar diantaranya Partai Golkar, Hanura, Nasdem, dan PDIP, sambil melewati proses bertempur menuju DKI 1, Ahok menjadi tersangka atas dugaan penistaan agama Islam dalam pidatonya di Pulau Seribu.

Pasangan Agus-Silvi yang fenomenal. Agus adalah seorang mayor dan putra pertama dari mantan presiden SBY. Ia berani memutuskan meninggalkan kariernya di dunia TNI yang begitu cemerlang. Kemudian memutuskan bertaruh di kursi DKI 1 berkoloborasi bersama Silviana Murni mantan Deputi Gubernur Bidang Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta dan juga pernah menjadi Wali Kota Jakarta Pusat. Pasangan ini diusung oleh 4 partai yaitu Demokrat, PPP, PKB, dan PAN. Kehadiran Agus dan Silvi dalam Bursa Pemilu DKI tidak pernah diprediksi sebelumnya.

Pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, juga menjadi perhatian masyarakat, ketika partai pengusung Gerinda dan PKS mendeklarasikan Anies dan Sandi maju dalam bursa Pilgub Jakarta. Padahal jika sedikit flash back Anies adalah seorang intelektual di balik kemenangan Presiden Jokowi dan JK takkala versus Prabowo-Hatta pada pemilu pilpress 2004 silam. Dengan Presentasi suara 53,19% dan 46,81%, pada persaingan pemilu Capres 2014, Kubu Jokowi (Anies termasuk di dalamnya) memainkan isu penculikan dan pembunuhan Aktivis 98 yang tak pelak membuat Prabowo kalah telak pada PilPres 2014 silam.

Posisi Anis pada saat Deklarasi Cagub DKI baru direshuffle dari jabatannya sebagai Menteri Pendidikan RI. Sedangkan Sandiaga telah melakukan berbagai blusukan sehingga publik berpendapat bahwa Sandiaga akan menjadi cagub. Namun dengan berbagai pertimbangan Partai pengusung, Sandiaga Uno mendampingi Anis sebagai Cawagub DKI.

Survei Elektabilitas

Dalam berbagai survei elektabilitas para Cagub-Cawagub yang diadakan oleh 3 lembaga survei (Populy Center, Media Survei Nasional/Median, Lembaga survei Charta Politika Indonesia) posisi para Cagub-Cawagub dalam lingkaran elektabiltas seringkali berubah-berubah.

Populy center, survei dilaksanakan pada 25 September sampai 1 Oktober 2016, memilih Basuk Tjahaja Purnama (40,8 persen), Anies Baswedan (17,3 persen), Agus Harimurti Yudhoyono (12,5 persen), Sandiaga Uno (1,5 persen) (Kompas.com).

Sedangkan Median merilis hasil survei menyebut elektabilitas pasangan Ahok-Djarot sebesar 34,2 persen, pasangan Anies-Sandiaga 25,4 persen, Agus-Sylviana mendapat sebesar 21 persen. Sebanyak 19,4 persen responden belum menentukan pilihan (Kompas.com).

Lembaga survei Charta Politika Indonesia merilis hasil tingkat elektabilitas survei dilakukan setelah Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ditetapkan sebagai tersangka dugaan penistaan agama pada 16 November 2016.

Hasil survei menyebut pasangan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni berada di urutan teratas dengan 29,5 persen suara. Adapun pasangan Agus-Sylviana mengungguli calon inkumben Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat 28,9 persen, yang disusul pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno dengan 26,7 persen. Sedangkan responden yang belum menentukan pilihan sebanyak 14,9 persen (Tempo.co).

Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya mengatakan,"meskipun Agus bertengger di posisi teratas dalam jajak pendapat tersebut, elektabilitasnya seimbang dengan calon lain. Karena masih di angka margin of error," ujar Yunarto di kantornya, Selasa, 29 November 2016.

Namun Yunarto Wijaya menyebutkan hasil survei itu menunjukkan, seandainya pemilihan Gubernur DKI Jakarta dilaksanakan hari ini, pertarungan berpotensi terjadi dalam dua putaran. "Karena perolehan elektabilitas setiap calon masih di bawah 50 persen plus 1," kata Yunarto (Tempo.co).

Debat Cagub dan Kaum Sofis

Debat sudah ada sejak Jaman dahulu kala dan telah dilibatkan dalam berbagai masa dan tradisi. Aristoteles di masa Yunani kuno memperkenalkan silogisme yang dapat dipakai sebagai kriteria untuk mengukur mana argumentasi yang sahih dan mana argumentasi yang sesat atau sofistri. Bantahan atas tesis, pendapat, atau argumen seseorang juga harus didasarkan atas penalaran silogisme yang sahih. Jika tidak, bantahan tersebut jatuh pada apa yang disebut sebagai sophistical refutation (bantahan yang salah) atau eristik.

Dalam konteks ini, Aristoteles menyebut ilmu yang membahas tentang bagaimana menyajikan bantahan, melakukan debat, dan menguji kesahihan penalaran lawan sebagai “dialektik.”
Karya-karyanya terutama Topics dan Sophistical Refutations menbedahkan teori debat (dialektik) tersebut secara detil dan sistematis, yang pada gilirannya, bisa dipakai untuk menyibak kedok kaum Sofis yang dengan retorikanya mempengaruhi khalayak untuk kepentingan pribadi. Selain itu, inkonsistensi, ketidaktahuan, dan keyakinan yang salah dari lawan juga dapat ditunjukkan melalui ilmu dialektik ini.

Sejarah mencatat debat Pemilu pertama kali dilakukan di Amerika pada Tahun 1858 ketika Abraham Lincoln dan Senator Stephen Douglas berkeliling Illinois dan mengadakan serangkaian debat sebelum pemilihan presiden 1860. Sedangkan debat yang ditayangkan melalui televisi pertama kali pada 26 September 1960 yaitu debat Jhon F. Kennedy dan Richard Naxon, ketika melakukan debat calon presiden Amerika.

Debat Cagub yang akan diadakan oleh KPU DKI Jakarta akan diikuti oleh ketiga pasangan pada Jumad malam (13/01). Debat akan menarik berjuta pasangan mata. Pastinya akan memberikan rating tertinggi bagi televisi yang menayangkannya.

Namun yang terpenting adalah bagaimana pemaparan program-program kerja dari ketiga pasangan calon dan bagaimana usaha Petahana untuk membuat masyarakat tetap percaya atau bahkan semakin percaya pada program kerjanya.

Di sisi lain debat pada Rabu malam nanti akan menjadi debat Cagub pertama bagi pasangan pasangan AHY dan Silvi, dan menjadi paling ditunggu oleh masyarakat Indonesia. Masyarakat tentu bertanya-tanya tentang bagaimana kemampuan Agus dan Silvi dalam berdebat setelah mangkir dari beberapa undangan acara debat yang diadakan oleh bebrapa stasiun televisi swasta Indonesia.

Komisi Pemilihan Umum Jakarta, Sumarno mengatakan, telah membentuk tim panelis yang terdiri atas sejumlah pakar untuk debat yang pertama ini. Tapi dia masih enggan memberi tahu siapa saja para panelisnya. Panelis ini yang akan menyusun pertanyaan untuk setiap debat para pasangan calon.

Sumarno mengatakan debat Jumat nanti akan mengangkat tiga isu, yakni sosial-ekonomi, pendidikan-kesehatan, dan lingkungan-transportasi. Setiap pasangan calon, kata Sumarno, akan diberikan pertanyaan terkait dengan isu tersebut. "Misalnya, tema pendidikan dan kesehatan itu sejauh mana pendidikan dan berobat bisa terjangkau oleh masyarakat," kata Sumarno. (Tempo.co)

Sedangkan untuk sosial-ekonomi meliputi isu-isu lapangan pekerjaan, kemiskinan, serta keamanan dan kenyamanan masyarakat. Adapun pertanyaan di bidang lingkungan-transportasi terkait dengan pengelolaan sampah, tata ruang, kemacetan, dan transportasi publik.

Tentu dalam debat ini sasaran utama adalah orang-orang yang belum menentukan pilihannya, sehingga dampak dari debat akan lebih cenderung mempengaruhi posisi masyarakat yang belum menentukan pilihan.

Seperti apa yang dijelaskan tentang menyibak kaum sofis yang menggunakan retorika untuk kepentingan pribadi, maka debat pun menjadi alternatif untuk menguak kedok dari kaum sofis tersebut.

Kaum sofis dalam massa romawi kuno dikenal pada hal-hal negatif, mengajar untuk mendapatkan uang yang banyak, menghalalkan segala cara untuk memenangkan argumentasi dan keinginannya. Sehingga debat bisa menjadi alternatif sejauh mana motifasi dan keinginan pasangan calon untuk bertarung di bursa pilgub DKI ini.

Pelaksanaan debat politik nanti harus memerhatikan rambu-rambu “etis” dan “normatif”. Etis harus memperhatikan nilai-nilai budaya, adat, dan moral yang hidup dan dipertahankan oleh masyarakat. Normatif, berpolitik yang didasarkan pada aturan-aturan baku yang dibuat oleh pemerintah untuk kepentingan bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Bila etika dan normatif dijadikan pedoman dalam pelaksanaan debat politik di dalam masyarakat, hal ini akan menjadi cermin bagi pendidikan politik masyarakat dalam berpolitik yang selalu mengedepankan struktur dan aturan.

Sehingga kaidah-kaidah argumentasi diterapkan untuk tujuan-tujuan pencerahan, bukan tujuan pemelintiran atau pengaburan. Tanpa ada tendensi-tendensi yang memicu hawa panas dalam politik DKI tetapi murni untuk kepentingan masyarakat seluruh DKI jakarta.

Sepanas apapun sebuah perdebatan, jika etika pencerahan menjadi pegangan, serangan dan kritik dari pihak seberang dipahami sebagai sebuah masukan untuk memperbaiki sisi lemah yang tak tampak (blind spots) dari sebuah argumentasi.

Maka Masyarakat akan tumbuh sikap kesadaran dan pengendalian diri dalam menerima perbedaan. Memahami dinamika kehidupan politik yang mengacu pada the rule of law.

Jakarta 12 Januari 2017



Tidak ada komentar:

Posting Komentar